BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bahasa Jawa merupakan budaya lokal yang sudah selayaknya dilestarikan dan mendapat perhatian lebih dari generasi Suku Jawa. Hal itu dikarenakan bahasa jawa sudah menjadi salah satu simbol jati diri Suku Jawa yang tidak akan dimiliki oleh budaya suku lain di Indonesia. Saat ini kebudayaan lokal tiap daerah sudah mulai pudar termasuk bahasa jawa, ini disebabkan semakin minimnya pengguna bahasa jawa di Pulau Jawa. Akibatnya semakin banyak generasi Suku Jawa yang kehilangan identitasnya, yaitu tidak bisa berbahasa jawa dengan baik dan benar.
Pudarnya bahasa jawa di Pulau Jawa juga dipicu oleh pengaruh globalisasi sehingga para generasi muda menganggap bahasa asing lebih penting dari pada bahasa lokal. Tuntutan era globalisasi memposisikan bahasa jawa dipandang sebelah mata oleh generasi Suku Jawa. Oleh karena itu hal ini juga berdampak pada memudarnya etika sopan santun dalam budaya jawa.
Untuk menyikapi hal tersebut, Dinas Pendidikan ( Dispendik ) Surabaya mencanangkan program Java Day yaitu sehari berbahasa jawa. Program itu telah resmi ditandatangani Kepala Dispendik Drs. Sahudi, MPd pada tanggal 14 Februari. Dalam harian Jawa Pos beliau menjelaskan bahwa program ini sebagai upaya menumbuhkembangkan dan melestarikan budaya serta penanaman etika sopan santun bagi siswa sekolah SD/ SMP/ SMA/ SMK negeri dan swasta sekota Surabaya. Para siswa dan guru diminta agar menggunakan bahasa jawa sebagai alat komunikasi dan interaksi di sekolah sehari dalam seminggu, yaitu setiap hari senin. Kebijakan tersebut termuat dalam surat nomor 421.2/0123/436.56/2008.
Tujuan dari kebijakan tersebut ialah mengenalkan budaya daerah kepada para siswa dan masyarakat setempat. Meskipun demikian, program ini masih menimbulkan kontroversi dalam efisiensi dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, program ini dirasa belum dapat memberikan solusi dan justru menimbulkan masalah baru.
Masalah itu muncul berawal dari notebene masyarakat Surabaya yang heterogen dan bukan hanya berasal dari Suku Jawa. Program Java Day terkesan memaksakan budaya jawa kepada suku lain. Dampak lainnya ialah Surabaya merupakan salah satu kota yang menjadi barometer di Indonesia, apabila Dispendik memasukkan budaya lokal dalam sebuah kebijakan maka tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan oleh kota-kota lain di luar Pulau Jawa. Ini justru akan mengancam integrasi bangsa Indonesia yang mempunyai bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Pelaksanaan Java Day juga dapat mengganggu interkasi dalam proses balajar dan mengajar, sebab siswa dan guru yang tidak berasal dari Pulau Jawa akan mengalami kesulitan untuk berbahasa Jawa yang baik dan benar. Apabila informasi dalam proses balajar mengajar tidak tersampaikan dengan baik maka ketertarikan dan minat siswa pada suatu pelajaran juga menurun. Program Java Day pada hakekatnya memang ingin mangangkat bahasa jawa agar lebih dihargai dan dikenal generasi penerus bangsa Suku Jawa, namun kenyatannya istilah program tersebut menggunakan bahasa asing sehingga tidak didukung dengan penggunaan bahasa jawa, hal ini sebenarnya telah bertolak belakang dengan esensi dari diterapkannya Java Day di Surabaya.
Meninjau dari segala masalah yang ada, maka harus ditemukan solusi yang bisa menjembatani upaya pemerintah untuk menjaga agar budaya daerah tidak musnah dengan pengalaman nyata yang terjadi ditengah masayarakat. Di era globalisasi ini sudah selayaknya memanfaatkan audio visual semaksimal mungkin untuk melestarikan bahasa jawa. Metode ini diasumsikan akan lebih menarik minat siswa dalam memahami lebih jauh tentang bahasa jawa. Secara tidak langsung cara ini akan mendorong siswa untuk mempraktekkan sendiri sesuai keinginannya.
Metode audio visual ini bisa dimasukkan dalam pembelajaran bahasa jawa di sekolah-sekolah serta bisa diperdalam melalui kegiatan ekstrakurikuler bahasa dan budaya jawa sesuai dengan kebijakan yang ada di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler ini dimaksudkan untuk siswa yang tertarik dengan segala budaya jawa akan membentuk sebuah komunitas. Ikatan primordial yang ada pada komunitas tersebut dapat menciptakan rasa percaya diri untuk melestarikan budaya jawa karena mereka merasa mempunyai partner yang sejalan. Segala kemampuan dan kreatifitas anggota dalam komunitas tersebut akan dieksplor sehingga dapat menarik perhatian siswa lain yang sebelumnya tidak terlalu tertarik dengan budaya jawa, khususnya bahasa jawa. Apabila tercipta keadaan yang kondusif dan menyenangkan dalam berbahasa jawa, maka pemerintah tidak perlu lagi mencanangkan program Java Day di masyarakat Surabaya yang heterogen.
I.2 Rumusan Masalah
Mengapa Dispendik mencanangkan Java Day di sekolah-sekolah Surabaya?
Apakah penerapan metode Audio-Visual bahasa jawa bisa efektif diterapkan pada lingkungan masyarakat heterogen di wilayah Surabaya?
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bahasa Jawa merupakan budaya lokal yang sudah selayaknya dilestarikan dan mendapat perhatian lebih dari generasi Suku Jawa. Hal itu dikarenakan bahasa jawa sudah menjadi salah satu simbol jati diri Suku Jawa yang tidak akan dimiliki oleh budaya suku lain di Indonesia. Saat ini kebudayaan lokal tiap daerah sudah mulai pudar termasuk bahasa jawa, ini disebabkan semakin minimnya pengguna bahasa jawa di Pulau Jawa. Akibatnya semakin banyak generasi Suku Jawa yang kehilangan identitasnya, yaitu tidak bisa berbahasa jawa dengan baik dan benar.
Pudarnya bahasa jawa di Pulau Jawa juga dipicu oleh pengaruh globalisasi sehingga para generasi muda menganggap bahasa asing lebih penting dari pada bahasa lokal. Tuntutan era globalisasi memposisikan bahasa jawa dipandang sebelah mata oleh generasi Suku Jawa. Oleh karena itu hal ini juga berdampak pada memudarnya etika sopan santun dalam budaya jawa.
Untuk menyikapi hal tersebut, Dinas Pendidikan ( Dispendik ) Surabaya mencanangkan program Java Day yaitu sehari berbahasa jawa. Program itu telah resmi ditandatangani Kepala Dispendik Drs. Sahudi, MPd pada tanggal 14 Februari. Dalam harian Jawa Pos beliau menjelaskan bahwa program ini sebagai upaya menumbuhkembangkan dan melestarikan budaya serta penanaman etika sopan santun bagi siswa sekolah SD/ SMP/ SMA/ SMK negeri dan swasta sekota Surabaya. Para siswa dan guru diminta agar menggunakan bahasa jawa sebagai alat komunikasi dan interaksi di sekolah sehari dalam seminggu, yaitu setiap hari senin. Kebijakan tersebut termuat dalam surat nomor 421.2/0123/436.56/2008.
Tujuan dari kebijakan tersebut ialah mengenalkan budaya daerah kepada para siswa dan masyarakat setempat. Meskipun demikian, program ini masih menimbulkan kontroversi dalam efisiensi dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, program ini dirasa belum dapat memberikan solusi dan justru menimbulkan masalah baru.
Masalah itu muncul berawal dari notebene masyarakat Surabaya yang heterogen dan bukan hanya berasal dari Suku Jawa. Program Java Day terkesan memaksakan budaya jawa kepada suku lain. Dampak lainnya ialah Surabaya merupakan salah satu kota yang menjadi barometer di Indonesia, apabila Dispendik memasukkan budaya lokal dalam sebuah kebijakan maka tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan oleh kota-kota lain di luar Pulau Jawa. Ini justru akan mengancam integrasi bangsa Indonesia yang mempunyai bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Pelaksanaan Java Day juga dapat mengganggu interkasi dalam proses balajar dan mengajar, sebab siswa dan guru yang tidak berasal dari Pulau Jawa akan mengalami kesulitan untuk berbahasa Jawa yang baik dan benar. Apabila informasi dalam proses balajar mengajar tidak tersampaikan dengan baik maka ketertarikan dan minat siswa pada suatu pelajaran juga menurun. Program Java Day pada hakekatnya memang ingin mangangkat bahasa jawa agar lebih dihargai dan dikenal generasi penerus bangsa Suku Jawa, namun kenyatannya istilah program tersebut menggunakan bahasa asing sehingga tidak didukung dengan penggunaan bahasa jawa, hal ini sebenarnya telah bertolak belakang dengan esensi dari diterapkannya Java Day di Surabaya.
Meninjau dari segala masalah yang ada, maka harus ditemukan solusi yang bisa menjembatani upaya pemerintah untuk menjaga agar budaya daerah tidak musnah dengan pengalaman nyata yang terjadi ditengah masayarakat. Di era globalisasi ini sudah selayaknya memanfaatkan audio visual semaksimal mungkin untuk melestarikan bahasa jawa. Metode ini diasumsikan akan lebih menarik minat siswa dalam memahami lebih jauh tentang bahasa jawa. Secara tidak langsung cara ini akan mendorong siswa untuk mempraktekkan sendiri sesuai keinginannya.
Metode audio visual ini bisa dimasukkan dalam pembelajaran bahasa jawa di sekolah-sekolah serta bisa diperdalam melalui kegiatan ekstrakurikuler bahasa dan budaya jawa sesuai dengan kebijakan yang ada di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler ini dimaksudkan untuk siswa yang tertarik dengan segala budaya jawa akan membentuk sebuah komunitas. Ikatan primordial yang ada pada komunitas tersebut dapat menciptakan rasa percaya diri untuk melestarikan budaya jawa karena mereka merasa mempunyai partner yang sejalan. Segala kemampuan dan kreatifitas anggota dalam komunitas tersebut akan dieksplor sehingga dapat menarik perhatian siswa lain yang sebelumnya tidak terlalu tertarik dengan budaya jawa, khususnya bahasa jawa. Apabila tercipta keadaan yang kondusif dan menyenangkan dalam berbahasa jawa, maka pemerintah tidak perlu lagi mencanangkan program Java Day di masyarakat Surabaya yang heterogen.
I.2 Rumusan Masalah
Mengapa Dispendik mencanangkan Java Day di sekolah-sekolah Surabaya?
Apakah penerapan metode Audio-Visual bahasa jawa bisa efektif diterapkan pada lingkungan masyarakat heterogen di wilayah Surabaya?
I.3 Tujuan
Secara praktis dapat melestarikan eksistensi bahasa jawa di Surabaya tanpa menimbulkan kontroversi di tengah masyrakat Surabaya yang heterogen
Secara akademis agar dapat mendukung efektifitas dalam proses belajar mengajar dan interaksi antara guru dan siswa
Secara praktis dapat melestarikan eksistensi bahasa jawa di Surabaya tanpa menimbulkan kontroversi di tengah masyrakat Surabaya yang heterogen
Secara akademis agar dapat mendukung efektifitas dalam proses belajar mengajar dan interaksi antara guru dan siswa
- I.4 Manfaat
· Upaya pemerintah untuk mengenalkan dan melestarikan bahasa jawa di masyarakat Surabaya yang heterogen bisa berjalan dengan baik
· Masyarakat yang berasal dari luar Pulau Jawa tidak merasa dipaksa harus mempelajari bahasa jawa dan masyarakat Surabaya secara keseluruhan akan lebih mudah untuk mendapatkan dan memahami bahasa jawa dalam kemasan audio visual
BAB II
LANDASAN TEORI
Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi lokal di daerah Surabaya (Jawa Timur) khususnya mempunyai peranan dan kedudukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Penggunaan Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi antar personal cukup fleksibel dan universal. Fleksibel berarti Bahasa Jawa dapat digunakan dimana saja dan kapan saja. Apabila dikatakan universal dapat diartikan pada dasarnya Bahasa Jawa dapat digunakan dan dimengerti masyarakat masyarakat Jawa secara keseluruhan, bahkan bahasan dari Bahasa Jawa secara runtut mencakup segala aspek dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sebab didalamnya juga mencerminkan budi pekerti dan budaya luhur yang bernilai tinggi.
Penggunaan Bahasa Jawa erat kaitannya dengan budaya Jawa. Mempelajari Bahasa Jawa berarti mempelajari budaya Jawa, keterkaiatan bahasa dalam budaya dikarenakan bahasa menjadi salah satu unsur budaya (Koentjaraningrat, hal 339 ). Hal ini berarti bahasa dalam masyarakat mempunyai kedudukan yang penting bagi pelestarian kebudayaan. Kebudayaan sendiri mencakup segala aspek (holistic) yang memandang masyarakat sebagai bagian dari kesatuan sosial yang mempunyai kultur masing-masing sesuai dengan daerah tempat tinggalnya. Setiap daerah mempunyai bahasa yang berbeda khususnya perbedaan pada logat atau dialek (dialect).
Kebudayaan itu bukan milik pribadi, melainkan milik masyarakat secara luas sebagai pendukung budaya, namun akhir-akhir ini di khawatirkan mengalami kepunahan yang semakin serius. Hal itu diasumsikan karena kebudayaan telah berada pada titik kejenuhan artinya suatu budaya dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pendukung budaya tersebut. Perubahan budaya dalam masyarakat biasa dipengaruhi oleh adanya globalisasi sehingga karakter masyarakat suatu bangsa dapat berubah seiring dengan perkembangan IPTEK yang semakin pesat. Kondisi masyarakat Surabaya yang heterogen dengan beraneka ragam etnis yang ada di dalamnya dapat mewakili sebagian gambaran masyarakat Indonesia yang plural dengan corak budayanya masing-masing. Dalam situasi tersebut, masyarakat Surabaya sudah seharusnya memiliki kesadaran pluralisme terhadap budaya etnis lain yang juga berdomisili di Surabaya. Banyak wacana yang menjelaskan bahwa kesadaran pluralisme itu perlu di revitalisasi agar dapat membangun kembali kesadaran kebangsaan. Keberagaman harus ditempatkan secara setara sebagai modal berharga untuk memperkuat bangunan kebangsaan ( Menurut Ilham Khoiri dalam artikelnya Mimpi Indah Merajut Kebangsaan, Kompas 16 agustus 20007).
Dalam menyikapi wacana ini, Surabaya sebagai kota kedua terbesar di Indonesia dan merupakan kota metropolis, sudah tentu menjadi barometer bagi kota-kota lain yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya Surabaya akan menjadi tolak ukur tentang keberhasilan dan keefektifan Java Day yang telah dicanangkan oleh Dispendik di sekolah tingkat SD/SMP/SMA/SMK. Pemakaian Bahasa Jawa di Surabaya seharusnya dapat diselaraskan dengan kondisi masyarakat Surabaya yang heterogen dan mempunyai kultur berbeda dari masyarakat Surabaya asli (masyarakat Jawa). Etnis Tionghoa, Batak, Madura yang juga banyak berdomisili di Surabaya juga turut andil dalam kemajuan dan pembangunan Kota Surabaya. Kota metropolis seperti Surabaya justru dapat mengambil keuntungan dengan beragam budaya yang dimiliki etnis lain, yakni dengan pengelolahan yang baik terhadap keanekaragaman budaya yang ada akan dapat menambah pemasukan daerah Surabaya, sehingga pembangunan Surabaya di segala aspek juga dapat terlaksana berkat kerjasama pemerintah dan masyarakatnya. Meninjau kondisi Surabaya yang seperti ini, tentunya dibutuhkan suatu keefektifan program (kebijakan) pemerintah yang dikemas dalam suasana fleksibel agar pengembangan bahasa Jawa dapat diterima dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat luas.
Menurut Koentjraningrat dalam bukunya Pengantar Antropologi , menjelaskan bahwa suku bangsa yang besar terdiri dari berjuta penduduk akan bervariasi sesuai dengan daerah lingkungan geografis serta sesuai dengan lingkungan sosial dalam masyarakat suku bangsa. Dalam Bahasa Jawa terdapat perbedaan logat antara Bahasa Jawa yang diucapkan orang Purwokerto, Tegal, Surakarta atau di daerah Surabaya, namun meskipun demikian Bahasa Jawa tetap dapat diterapkan dimana saja sesuai dengan kultur masyarakat pendukungnya. Wilayah Surabaya juga berupaya menghidupakan kembali Bahasa Jawa, ini dibuktikan adanya keputusan Dispendik tentang penggunaan Bahasa Jawa di lingkungan SD/SMP/SMA/SMK se-Surabaya yang bertujuan untuk mengembangkan serta melestarikan sastra dan budaya Jawa. Penerapan Bahasa Jawa telah dilakukan di daerah Jawa Tengah. Menurut Humas Javanologi, Solo sudah menerapkan pemakaian Bahasa Jawa seminggu pada hari kamis yang terkenal dengan sebutan “kemisan”. Kebijakan tentang penggunaan Bahasa Jawa yang diterapkan di daerah Solo tersebut memang sudah terlaksana sudah lama dan masih dapat diterima masyarakat karena dirasa cocok dengan dengan kultur daerahnya. Solo yang masih kuat kuat dengan adat budaya lokalnya, latar belakang budaya Jawanya yang kental masih terasa. Pada masa lalu sistem pemerintahan Kota Solo adalah kerajaan dan sisa-sisa pemerintahan waktu itu masih dijaga serta dilestarikan sampai saat ini, bahkan keberadaan keraton solo dan keluarga keturunan raja dulu juga masih sangat dihormati masyarakat sekitarnya, sehingga dampaknya ialah nilai budaya Jawa yang masih melekat erat ditengah masyarakatnya.
Kondisi kultur Kota Solo sangat jauh berbeda dengan Surabaya. Keberadaan Kota Surabaya dengan wilayah yang padat penduduknya, heterogenitas etnis, disertai dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat membuat gaya hidup masyarakatnya condong kepada westernisasi dan modernisasi. Oleh sebab itu pemerintah Surabaya harus cermat membaca kondisi yang tengah terjadi dalam masyarakatnya, membuat kebijakan yang berkaitan tentang pelestarian budaya lokal seperti Bahasa Jawa bukanlah langkah yang mudah untuk diterapkan di Surabaya sebagai kota metropolis. Pemerintah harus memperhitungkan keefisienan kebijakan yang dicanangkan agar tidak muncul kontroversi yang memicu konflik antar etnis dalam mengaktualisasikan budaya masing-masing di wilayah Surabaya.
Adanya kebijakan Java Day yang ada di Surabaya cukup memicu banyak kontroversi, hal ini dikarenakan istilah asing yang digunakan telah menyalahi esensi dari diberlakukannya hari pemakaian Bahasa Jawa. Selain itu, kebijakan ini dikeluarkan oleh Dispendik yang ditujukan untuk sekolah-sekolah yang ada di Surabaya, ini akan membuat siswa atau guru yang berasal dari etnis lain akan merasa diasingkan karena kebijakan ini dirasa tidak menghargai budaya lain yang ada di Surabaya dan memaksa etnis lain turut melaksanakannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah yang muncul, media cetak maupun elektronik punya potensi yang jauh lebih besar untuk mempengaruhi perilaku masyarakat tanpa rasa terpaksa, termasuk dalam berbahasa. ( 2008, Jawa Pos: 3 Februari ). Penggunaan media elektronik maupun cetak seharusnya dapat difungsikan sebagai sarana penunjang pembelajaran sastra dan budaya Jawa di daerah Surabaya. Selain kemasannya lebih menarik dan mampu memenuhi tuntutan jaman modern, efisiensi dan efektifitas media ini akan lebih menguntungkan. Metode pembelajaran Audio-Visual akan lebih bermanfaat karena siswa akan lebih mudah mengerti dan mempunyai minat untuk mempelajari Bahasa Jawa. Pembelajaran audio visual sekaligus menyajikan dua pokok bahasan yang penting yakni materi Bahasa Jawa disertai pengenalan budaya dan sastra Jawa sehingga siswa tidak mudah jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa di sekolah tidak hanya diberi materi Bahasa Jawa yang benar tetapi siswa dapat ikut mengamati dan mengerti tentang seluk beluk Budaya Jawa di Indonesia.
BAB III
ANALISIS
II.1 Pelaksanaan Java Day di Surabaya
Adanya gagasan Java Day yang diterapkan di Surabaya berdasarkan dari hasil Konggres Bahasa Jawa 2006 di Semarang, instruksi walikota Surabaya dalam forum pendidikan, serta grand design pendidikan dan Kebudayaan Jatim menuju tahun 2025 serta Dinas Pendidikan (Dispendik) kota Surabaya, menindaklanjuti dengan menerapkan program Hari Berbahasa Jawa di seluruh sekolah di Surabaya, melalui surat edaran (SE) nomor : 421.2/0123/436.5.6/2008, tentang penggunaan bahasa Jawa untuk siswa SD, SMP, SMA, SMK negeri dan swasta se-Surabaya.
Tujuan dari adanya kebijakan tersebut adalah untuk menumbuhkembangkan, melestarikan budaya Jawa serta menanamkan etika sopan santun bagi siswa. Menurut konteks grand design pendidikan dan kebudayaan menuju 2025 seperti yang dirilis Bapetikom juga mengemukakan bahwa bahasa Jawa yang dipakai tidak harus berbahasa khas Suroboyoan tetapi juga bahasa Jawa Tengah. (www.surabaya.go.id). Menurut Kepala Dinas Pendidikan kota Surabaya mengungkapkan bahwa adanya kebijakan penggunaan bahasa Jawa ini ditujukan sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan dan mengingatkan semua pihak di dunia pendidikan bahwa kelestarian bahasa Jawa menjadi tanggung jawab bersama dalam memberikan keterampilan dan juga sikap. Hari berbahasa Jawa dimaksudkan untuk mengantisipasi makin pudarnya kemampuan berbahasa lokal di kalangan pelajar Surabaya. Hal ini dikarenakan kemampuan berbahasa Jawa di kalangan pelajar Metropololis dirasakan makin mengkhawatirkan.
Informasi yang diperoleh dari Humas Javanologi Surabaya (Jawa Timur) merangkap sebagai Komite Bahasa Jawa yang pernah menghadiri kongres nahasa Jawa di Semarang pada bulan September 2006. kongres tersebut merupakan kongres terakhir yang ke-4 dan diadakan empat tahun sekali. Kongres tersebut memutuskan bahwa untuk melestarikan bahasa Jawa itu harus dengan menggunakan bahasa jawa si pendidikan, untuk daerah-daerah yang menggunakan bahasa jawa termasuk Tawa Tengah, DIY, Jawa Timur. Dirgen Pendidikan menindaklanjuti dengan keputusan penggunaan bahasa jawa dimasukkan dalam kurikulum. Wilayah Jawa Timur, kebijakan dari Dispendik dikeluarkan pada tanggal 14 Januari 2008 untuk berbicara bahasa Jawa stiap senin di sekolah-sekolah sekodya Surabaya. Keputusan Kepala Dinas Kodya Surabaya yang diselaraskan dengan hasil Kongres di Semarang. Kebijakan ini mempunyai tujuan melestarikan budaya dan sastra jawa sebagai unsur budaya nasional. Hal ini dikarenakan banyak sekali hasil-hasil pemikir masa lampau yang mempunyai nilai (adiluhung). Pelaksanaan bahasa jawa baku disesuaikan dialek masing-masing daerah. Selain hasil kongres itu, kebijakan tersebut juga dikarenakan Surabaya sebagai ibu kota provinsi Jatim maka akan memberikan contoh pada daerah-daerah lain di seluruh Jawa Timur. Kebijakan Dispendik itu mempunyai tujuan utama yakni untuk mengembalikan kepribadian budaya yang dianut dari masing-masing daerah.
II.2 Keefektifan Audio-Visual sebagai sarana Pembelajaran bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu yang mencirikan kultur masyarakat Jawa yang cenderung bersifat ramah tamah, sopan santun, berkepribadian halus serta menghargai budaya dari etnis lain. Pemakaian bahasa Jawa pada dekade ini mulai luntur. Terbukti pada peminat bahasa Jawa di universitas Purbaya hanya ada 9 orang (http://www.vcaa.vi.edu), adanya majalah ataupun artikel dengan bahasa Jawa yang kurang diminati oleh masyarakat Jawa sendiri turut mendukung bahwa peranan dan kedudukan bahasa Jawa di wilayah Jawa khususnya Jawa Timur mengalami kemerosotan. Globalisasi turut andil dalam bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat Jawa khususnya Surabaya. Budaya pluralisme dengan corak budaya masyarakat yang berbeda kultur asli masyarakat Jawa semakin marak di kalangan masyarakat.
Adanya kebijakan pemerintah tentang pemakaian bahasa jawa di sekolah- sekolah Surabaya mulai tingkat SD/SMP/SMA/SMK yang dilaksanakan setiap seminggu sekali yakni .mengharapkan dengan adanya pemakaian bahasa Jawa di daerah Surabaya maka masyarakat akan dapat berperilaku sopan, ramah terhadap sesama. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi banyaknya pergaulan di masyarakat kota Surabaya sendiri yang cenderung bebas, tidak ada tata krama serta kehidupan di kota cenderung keras sehingga generasi penerus bangsa khususnya kaum muda tidak terjerumus pada pergaulan bebas tersebut. Namun, masyarakat yang kontra mempunyai alasan lain pada penerapan bahasa jawa di Surabaya yakni sebagai kota metropolis Surabaya mempunyai penduduk yang padat, heterogen yakni banyak etnis lain yang berdomisili didaerah Surabaya sehingga akan banyak kultur yang berbeda dengan kultur masyarakat Surabaya. Hal ini perlu mendapat kesadaran dan perhatian yang besar mengingat pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan antar bangsa Indonesia.
Surabaya sebagai kota metropolis dengan penduduk yang heterogen juga sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur tentu memiliki kekayaan budaya yang tidak hanya berasal dari dalam (local) tetapi juga berasal dari luar misalnya di Surabaya ada orang yang berasal dari Batak, Tiong Hoa maupun madura yang mempunyai label budaya masing-masing yang nantinya akan bermanfaat juga bagi kota Surabaya. Terbukti adanya kampung pecinan yang biasa disebut “ Kia- Kia” yang merupakan daerah dengan mayoritas orang cina yang sebagian bermata pencaharian sebagai pedagang turut menjadi sasaran objek wisata lokal Surabaya. Hal ini mencerminkan bahwa kultur yang berbeda dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain antara orang cina dengan orang asli Surabaya saling melengkapi (complementer) serta menghargai budaya setempat dan budaya yang berasal dari daerah lain.
Fenomena diatas menunjukkan bahwa rasa nasionalisme suatu bangsa dapat terlihat jelas dan kuat karena adanya hubungan kerjasama yang mutualisme. Kebijakan pemakaian bahasa Jawa di sekolah-sekolah Surabaya juga seharusnya memandang dari segala aspek secara menyeluruh sehingga antara masyarakat sebagai pendukung kebudayaan dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan akan berjalan seimbang dan tidak saling berat sebelah. Pemakaian bahasa Jawa dengan ditetapkannya Java Days di sekolah sekolah akan kurang efektif dan efisien karena belum sesuai dengan kondisi masyarakat Surabaya sendiri yang heterogen. Istilah Java Days sendiri menunjukkan bahasa campuran karena menggunakan bahasa asing bukan bahasa jawa pada umumnya. Hal ini berarti pengaruh bahasa asing lebih dominan daripada bahasa Jawa sendiri.
Penggunaan bahasa Jawa sehari-hari merupakan hal yang wajar serta biasa digunakan sebagai alat komunikasi. Pada waktu dirumah, di sekolah, dimana saja lebih sering digunakan untuk berkomunikasi. Ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran bahasa jawa secara langsung yakni di lingkungan keluarga, sekolah, maupun interaksi di dalam lingkungan masyarakat telah terlaksana secara spontan. Ini berarti masyarakat dapat mengenal lingkungannya sendiri, secara alamiah sesuai kultur setempat sehingga dapat menumbuhkan kesadaran akan menghargai dan memiliki rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri khususnya masyarakat Surabaya tentang keberadaan bahasa dan budaya Jawa. Meskipun demikian, lingkungan sekolah mempunyai peranan penting sebagai tempat transfer kebudayaan dan keluarga juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting, sebab dalam keluarga seorang individu lebih lama berinteraksi. Lingkungan keluarga turut menentukan pembentukan perilaku dan pola pikir seorang individu.
Era globalisasi yang disertai teknologi serba canggih membuat masyarakat dituntut bekerja cepat dan tepat dalam menyelsaikan sesuatu. Gaya hidup (life style) seperti ini akan menjadikan masyarakat bertindak dan berpikir yang hanya mengedepankan rasio, bahkan menyelsaikan masalah secara instan lebih diutamakan dengan berbagai cara. Menyikapi gejala sosial yang muncul maka media massa maupun cetak juga mempunyai peranan sebagai media transfer budaya yang lebih memenuhi tuntutan globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa peranan lembaga atau pranata bagi masyarakat akan pemahaman budaya Jawa lebih berpengaruh pada kehidupan sehari-hari masyarakat Surabaya.
Pada dekade sekarang ini, peranan media elektronik banyak diminati oleh masyarakat. Terbukti adanya akses informasi secara cepat dan canggih melalui internet menjadi alat kebiasaan masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sistem informasi dengan teknologi yang cepat membuat masyarakat terlatih secara tidak langsung untuk berpikir dan berperilaku secara instan. Peralatan tersebut sedemikian diminati banyak orang karena efektif dan efisien dalam penggunaannya. Begitu juga penetapan Java Days di Surabaya seharusnya tidak perlu karena masyarakat dapat berinteksi secara langsung sehingga dapat dengan mudah memahami kultur budaya jawa dengan efektif dan efisien. Pembelajaran bahasa Jawa dan pemahaman budaya jawa juga dapat dengan mudah di terima masyarakat dengan menggunakan peralatan yang modern, yakni dengan menggunakan Audio-Visual yang sesuai dengan materi bahasa Jawa serta memuat unsur kebudayaan jawa yang dapat dipelajari secara efektif oleh siswa. Pengetahuan yang luas tentang sastra dan budaya jawa akan lebih mudah diserap oleh siswa karena siswa dapat secara langsung mengamati dan memahami materi tersebut sehingga rasa kejenuhan atau kebosanan akan jarang dialami oleh siswa.
Pembelajaran bahasa Jawa dengan Audio-visual ini dinilai lebih efektif karena pemerintah Jawa Timur khususnya belum mensosialisasikan program pembelajaran melalui media elektronik secara menyeluruh. Sebagian besar sekolah-sekolah di Surabaya saat ini masih belum memberikan pembelajaran dengan menggunakan media elektronik. Pemerintah belum dapat merealisasikan penggunaan dengan media elektronik seperti CD agar dapat lebih efektif dalam penyampaian materinya.
Pembelajaran dengan sistem Audio-visual ini dengan memberikan pokok-pokok materi tentang bahasa jawa serta pengetahuan tentang kebudayaan jawa yakni antara lain berkaitan dengan penulisan aksara jawa “ HANACARAKA”, cara berbicara dalam bahasa jawa yang baik, kesenian yang dimiliki oleh masyarakat jawa, selain itu akan dilengkapi dengan film yang memuat nilai-nilai budaya Jawa, bahkan dapat pula dikembangkan dengan film dokumenter tentang peninggalan budaya masa lampau. Pengenalan kebudayaan secara langsung melalui Audio-visual yang lebih mudah diserap dan diminati oleh siswa sekolah sehingga memudahkan siswa dan menghilangkan rasa jenuh. Berawal dari ketertarikan inilah akan muncul dengan sendirinya kesadaran untuk melestarikan budaya.
Metode Audio-Visual ini akan dikemas dalam CD yang berdurasi 45 menit, penyajian lewat CD akan dibagi menjadi tiga seri. Seri pertama menyajikan pengenalan tentang pengertian dan penggunaan Bahasa Jawa, materi penulisan aksara Jawa disertai pengetahuan tentang kesenian dan sastra Jawa. Seri kedua berupa film yang sarat dengan nilai-nilai budaya Jawa, tentunya sebelum pembuatan film ini harus dilengkapi dengan skenario yang telah distandartkan budaya Jawa. Seri ketiga akan berisi tentang film dokumenter peninggalan budaya masa lampau, seperti babat tanah Jawa, kompleks candi peninggalan Majapahit, dan bisa ditambah dengan peninggalan budaya yang lainnya.
Bentuk penyajian CD ( Compact Disc), yaitu :
Seri 1
- Ruang lingkup Bahasa Jawa
1. Pengertian Bahasa Jawa
2. Arah dan tujuan Bahasa Jawa
3. Pembagian dan penggunaan Bahasa Jawa
Ø Krama Inggil
Ø Krama Madya
Ø Bahasa Ngoko
- Budi Pakarti memuat unsur-unsur udo negoro (sopan santun), subo sito (pengetrapan diri bagi masing-masing pendukungnya), lembah manah (mengatur pengetrapan tutur kata dan tingkah laku)
- Cara penulisan aksara Jawa berdasarkan Hanacaraka
- Kesenian Budaya Jawa
- Sastra Jawa
v Tembung Macopat
v Cangkriman / Parikan
v Bebasan saloka dll
Seri 2
- Setting film banyak mengambil tempat bersejarah dan benilai budaya yang ada di Surabaya
- Menyertakan pentas seni budaya yang ada di Surabaya
- Menampilkan fenomena sosial budaya yang ada di kota metropolis
Seri 3
- Film dokumenter ini menceritakan tentang sejarah-sejarah yang ada di tanah Jawa, misalnya :
v babat tanah Jawa
v Kehidupan sosial budaya Suku Osing dan Tengger, Jawa Timur
v Kehidupan Sosial Budaya Suku Pekok di Ponorogo, Jawa timur
v dll
- Ritual yang berkaiatan dengan sistem kepercayaan masyarakat Jawa, seperti:
v Upacara unduh-unduh di daerah Mojowarno, Jombang
v Upacara tarung perahu di kenjeran, Surabaya
v Upacara larung laut di Tuban
v dll
BAB IV
KESIMPULAN
IV.1 KESIMPULAN
1. kebijakan Java Day yang dicanangkan oleh Dispendik terhadap seluruh sekolah tingkat SD/SMP/SMA/SMK yang ada di Surabaya berasal dari hasil kongres terakhir di Semarang, yaitu Kongres Bahasa Jawa ke-4 pada bulan September 2006. Dinas Pendidikan (Dispendik) kota Surabaya, menerapkan program Hari Berbahasa Jawa di seluruh sekolah di Surabaya, melalui surat edaran (SE) nomor: 421.2/0123/436.5.6/2008, tentang penggunaan bahasa Jawa untuk siswa SD, SMP, SMA, SMK negeri dan swasta se-Surabaya.
2. Kondisi masyarakat Surabaya yang heterogen dengan beraneka ragam etnis yang ada di dalamnya dapat mewakili sebagian gambaran masyarakat Indonesia yang plural dengan corak budayanya masing-masing. Dalam situasi tersebut, maka kebijakan dari pemerintah seharusnya diselaraskan dengan situasi masyarakat yang heterogen karena kebijakan yang dibuat pemerintah pada akhirnya akan digunakan oleh masyarakat Surabaya khususnya. Begitu juga masyarakat Surabaya sudah seharusnya memiliki kesadaran pluralisme terhadap budaya etnis lain yang juga berdomisili di Surabaya.
3. Penggunaan media elektronik maupun cetak dapat difungsikan sebagai sarana penunjang pembelajaran sastra dan budaya Jawa di daerah Surabaya. Selain kemasannya lebih menarik dan mampu memenuhi tuntutan jaman modern, efisiensi dan efektifitas media ini akan lebih menguntungkan.
4. Metode Pembelajaran Bahasa dan Budaya Jawa dengan Audio-Visual dapat memenuhi tuntutan jaman modern sehingga bisa lebih efektif untuk diterapkan, selain itu akan lebih menguntungkan karena siswa lebih mudah mengerti dan mempunyai minat untuk mempelajari Bahasa Jawa. Pembelajaran Audio-Visual sekaligus menyajikan dua pokok bahasan yang penting yakni materi Bahasa Jawa disertai pengenalan budaya dan sastra Jawa sehingga siswa tidak mudah jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran.
IV.2 SARAN
1. Pemerintah dalam membuat kebijakan hendaknya juga memperhatikan dari segi masyarakat yang heterogen sehingga penyampaian kebijakan yang dibuat dan ditujukan bagi masyarakat tidak menimbulkan kontroversi dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat Surabaya
2. Masyarakat dengan situasi jaman yang serba modern dan canggih seharusnya juga memiliki kesadaran akan mencintai, bangga dengan budayanya sendiri tetapi dengan tetap menghargai budaya lain dengan memfilter budaya tersebut sehingga budaya bangsa dan rasa nasionalisme tidak akan luntur dengan mudah.
Daftar Pustaka
Anang.2007.Bahasa Jawa Punah di Pulau Jawa.http://www.google.com
Chandra, Benny.2008.Sekolah di Surabaya Diharuskan Berbahasa Fajarwisnu.2008.Jawa yang Tidak Jawa. http://stembasurabaya.wordpress.com
Khoiri, Ilham.2007.Mimpi Indah Merajut Kebangsaan.Kompas
Koentjaraningrat.1981.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta:Rineka Cipta
Nabonenar, Bonari.2008.Menggugat Hari Berbahasa Jawa.http://bonarine.blogspot.com diakses tanggal 2 Februari
nn.2008.Penerapan Bahasa Jawa di Surabaya.http://jawapos.com
Jawa.http://mycityblogging.comSegari, Kusnina S.2005.Pelestarian Budaya Tanggung Jawab Para Praktisi Pendidikan.http://www.suarasurabaya.net